Pengertian Fiqh Fiqh menurut EtimologiFiqh menurut bahasa berarti; faham sebagaimana firman Allah SWT “Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku.”Pengertian fiqh seperti diatas juga tertera dalam ayat lain seperti; Surah Hud 91 Surah At Taubah 122 Surah An Nisa 78 Fiqh dalam terminologi IslamDalam terminologi Islam fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa yg dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dgn apa yg populer di genersi kemudian karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi;
    Pengertian fiqh dalam terminologi generasi Awal Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam fiqh berarti pemahaman yg mendalam terhadap Islam secara utuh sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut diantaranya sabda Rasulullah SAW “Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yg mendengar suatu hadist dariku maka ia menghapalkannya kemuadian menyampaikannya krn banyak orang yg menyampaikan fiqh kepada orang yg lbh menguasainya dan banyak orang yg menyandang fiqh dia bukan seorang Faqih.”Ketika mendo’akan Ibnu Abbas Rasulullah SAW berkata “Ya Allah berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir.” Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa Rasulullah SAW telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan perang Thaif ia berkata “Para ahli fiqihnya berkata kepadanya Adapun para cendekiawan kami Wahai Rasulullah ! tidak pernah mengatakan apapun.” Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud utk menyampaikan khutbah yg penting pada para jama’ah haji Abdurrahman bin Auf mengusulkan utk menundanya krn dikalangan jama’ah bercampur sembarang orang ia berkata “Khususkan kepada para fuqoha .” Makna fiqh yg universal seperti diatas itulah yg difahami generasi sahabat tabi’in dan beberapa generasi sesudahnya sehingga Imam Abu Hanifah memberi judul salah satu buku akidahnya dgn “al Fiqh al Akbar.” Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dgn makna istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun krn dalam suatu hadist ternyata kedua istilah ini dibedakan Rasulullah SAW bersabda “Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit sedangkan Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur’an dan menyia-nyiakan norma-normanya banyak orang yg meminta tetapi sedikit yg memberi mereka memanjangkan khutbah dan memendekkan sholat serta memperturutkan hawa nafsunya sebelum beramal.” Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas Shadru al Syari’ah Ubaidillah bin Mas’ud menyebutkan “Istilah fiqh menurut generasi pertama identik atas ilmu akhirat dan pengetahuan tentang seluk beluk kejiwaan sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan dunia dan aku tidak mengatakan fiqh itu sejak awal hanya mencakup fatwa dan hukum-hukum yg dhahir saja.” Demikian juga Ibnu Abidin beliau berkata “Yang dimaksud Fuqaha adl orang-orang yg mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i’tikad dan praktek karenanya penamaan ilmu furu’ sebagai fiqh adl sesuatu yg baru.” Definisi tersebut diperkuat dgn perkataan al Imam al Hasan al Bashri “Orang faqih itu adl yg berpaling dari dunia menginginkan akhirat memahami agamanya konsisten beribadah kepada Tuhannya bersikap wara’ menahan diri dari privasi kaum muslimin ta’afuf terhadap harta orang dan senantiasa menasihati jama’ahnya.”
    Pengertian fiqh dalam terminologi Mutaakhirin Dalam terminologi mutakhirin Fiqh adl Ilmu furu’ yaitu “mengetahui hukum Syara’ yg bersipat amaliah dari dalil-dalilnya yg rinci.Syarah/penjelasan definisi ini adalah - Hukum Syara’ Hukum yg diambil yg diambil dari Syara’ seperti; Wajib Sunah Haram Makruh dan Mubah.- Yang bersifat amaliah bukan yg berkaitan dgn aqidah dan kejiwaan.- Dalil-dali yg rinci seperti; dalil wajibnya sholat adl “wa Aqiimus sholaah” bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh. Dengan definisi diatas fiqh tidak hanya mencakup hukum syara’ yg bersifat dharuriah seperti; wajibnya sholat lima waktu haramnya hamr dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yg dhanny seperti; apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak? Apakah yg harus dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya saja? Lebih spesifik lagi para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara’ yg furu dgn berlandaskan hujjah dan argumen.
    Hubungan Fiqh dan Syari’ah Setelah dijelaskan pengertian fiqh dalam terminologi mutakhirin yg kemudian populer sekarang dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antar Fiqh dan Syari’ah adalah Bahwa ada kecocokan antara Fiqh dan Syari’ah dalam satu sisi namun masing-masing memiliki cakupan yg lbh luas dari yg lainnya dalam sisi yg lain hubungan seperti ini dalam ilmu mantiq disebut “‘umumun khususun min wajhin” yakni; Fiqh identik dgn Syari’ah dalam hasil-hasil ijtihad mujtahid yg benar. Sementara pada sisi yg lain Fiqh lbh luas krn pembahasannya mencakup hasil-hasil ijtihad mujtahid yg salah sementara Syari’ah lbh luas dari Fiqh krn bukan hanya mencakup hukum-hukum yg berkaitan dgn ibadah amaliah saja tetapi juga aqidah akhlak dan kisah-kisah umat terdahulu.Syariah sangat lengkap; tidak hanya berisikan dalil-dalil furu’ tetapi mencakup kaidah-kaidah umum dan prinsif-prinsif dasar dari hukum syara seperti; Ushul al Fiqh dan al Qawa’id al Fiqhiyyah.Syari’ah lbh universal dari Fiqh.Syari’ah wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia sehingga kita wajib mendakwahkannya sementara fiqh seorang Imam tidak demikian halnya.Syari’ah seluruhnya pasti benar berbeda dgn fiqh.Syari’ah kekal abdi sementara fiqh seorang Imam sangat mungkin berubah.
    Patokan-patokan dalam Fiqh Dalam mempelajari fiqh Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin yaitu
    Melarang membahas peristiwa yg belum terjadi sampai ia terjadi. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala “Hai orang-orang yg beriman ! janganlah kamu menanyakan semua perkara krn bila diterangkan padamu nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-qur’an tentulah kamu akan diberi penjelasan. Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha pengampunlagi penyayang.” Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi Saw. telah melarang mempertanyakan “Aqhluthath” yakni masalah-masalah yg belum lagi terjadi.
    Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik. Dalam sebuah hadits di katakan “Sesungguhnya Allah membenci banyak debat banyak tanya dan menyia-nyiakan harta.” “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah disia-siakan dan telah menggariskan undang-undang maka jangan dilampui mengaharamkan beberapa larangan maka jangan dlannggar serta mendiamkan beberapa perkara bukan krn lupa utk menjadi rahmat bagimu maka janganlah dibangkit-bangkit!”“Orang yg paling besar dosanya ialah orang yg menanyakan suatu hal yg mulanya tidak haram kemudian diharamkan dgn sebab pertanyaan itu.”
    Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala “Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan berpecah belah !” . Dan firmanNya “Janganlah kamu berbantah-bantahan dan jangan saling rebutan nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!” . Dan firmanNya lagi “Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yg berpecah-belah dan bersilang sengketa demi setelah mereka menerima keterangan-keterangan! dan bagi mereka itu disediakan siksa yg dahsyat.”
    Mengembalikan masalah-masalah yg dipertikaikan kepada Kitab dan sunah. Berdasarkan firman Allah SWT “Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara kembalilah kepada Allah dan Rasul.” . Dan firman-Nya “Dan apa-apa yg kamu perselisihkan tentang sesuatu maka hukumnya kepada Allah.” . Hal demikian itu krn soal-soal keagamaan telah diterangkan oleh Al-qur’an sebagaimana firman Allah SWT “Dan kami turunkan Kitab Suci Al-qur’an utk menerangkan segala sesuatu.” . Begitu juga dalam surah Al-An’am 38 An-Nahl 44 dan An-Nisa 105 Allah telah menjelaskan keuniversalan al Qur’an terhadap berbagai masalah kehidupan. Sehingga dgn demikian sempurnalah ajaran Islam dan tidak ada lagi alasan utk berpaling kepada selainnya. Allah SWT berfirman “Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu telah Ku cukupkan ni’mat karunia-Ku dan telah Ku Ridhoi Islam sebagai agamamu.” . Dan firman Allah SWT “Tidak ! Demi Tuhan ! mereka belum lagi beriman sampai bertahkim padamu tentang soal-soal yg mereka perbantahkan kemudian tidak merasa keberatan didalam hati menerima putusanmu hanya mereka serahkan bulat-bulat kepadamu.” Pembahasan ini Insya Allah akan bersambung pada judul “Sejarah Perkembangan Fiqh dan Meredupnya.”